Literasi Digital dan Representasi Perempuan, Anak, Etnis, serta LGBT di Media




Media memang memiliki peran besar dalam kehidupan masa kini, menjadi sarana informasi dan hiburan bagi masyarakat. Namun dalam media tanpa sadar kita telah dikonstruksikan sedemikian rupa. Melalui gambaran yang media berikan mengenai perempuan, anak, etnis, ataupun LGBT tak terasa hal itu membentuk suatu anggapan yang kian tumbuh dalam masyarakat.

Representasi Perempuan di Media
         

Media begitu banyak mempresentasikan perempuan dan membentuknya menjadi berbagai stereotype dan iklan merupakan salah satunya. Dalam iklan produk kecantikan perempuan misalnya seringkali perempuan digambarkan tak percaya diri dengan kulitnya yang kusam, tidak putih, atau pun berjerawat kemudian dari situ digambarkan dengan kulit yang kusam atau pun berjerawat perempuan menjadi tidak bersemangat dalam menjalani harinya atau bahkan berani untuk terlihat oleh lawan jenis. Hal-hal semacam ini sebenarnya merendahkan perempuan, seolah-olah perempuan  tidak berharga bila kulit mereka kusam, berjerawat, ataupun berminyak. Fenomena seperti ini yang akhirnya memunculkan anggapan negatif mengenai perempuan. Terkadang media mengeksploitasi perempuan hanya untuk mencari keuntungan profit tanpa memikirkan kepantasannya, mereka menggunakan perempuan sebagai model iklan misalnya dan kemudian memberikan peran yang bila dikritisi sebenarnya merendahkan perempuan, contohnya : takut panas, tidak percaya diri bila badan gemuk,  menggunakan keindahan tubuh perempuan untuk eksploitasi iklan, menampilkan sisi cengeng, mudah emosi, dalam berbagai sinetron, dsb.

Hubungannya dengan Literasi Digital
Apabila kita memiliki kemampuan literasi digital seharusnya kita dapat menyaring informasi atau pesan yang disampaikan media tersebut dengan kritis. Meskipun media menggambarkan sejumlah subjek tadi secara kurang baik namun, dengan kemampuan literasi digital konstruksi semacam itu seharusnya tidak kita teruskan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya representasi perempuan di media yang lebih menonjolkan sifat-sifat lemah, dsb seharusnya dalam kehidupan nyata perempuan menunjukkan bahwa mereka tidak seperti yang dikatakan oleh media tersebut atau pun tidak menancapkan pemahaman mengenai hal-hal tersebut kepada perempuan. 





Lalu bagaimana bagi para creator iklan, film, sinetron, atau apapun itu yang merepresentasikan sejumlah subjek dalam media? Seharusnya mereka dapat menciptakan pesan yang baik tanpa melibatkan konstruksi-konstruksi negatif tersebut. Sebab literasi digital merupakan kemampuan untuk menggunakan teknologi digital baik itu menkonsumsi informasi ataupun menciptakan. Para creator dengan kemampuan literasi digital seharusnya sadar bahwa informasi atau pesan yang mereka sampaikan itu nantinya akan memberikan dampak pada masyarakat. Dengan menciptakan iklan yang memamerkan bagian tubuh perempuan seharusnya mereka sadar bahwa di sisi lain hal perempuan merasa dilecehkan, ataupun membuat iklan produk kecantikan dengan latar perempuan yang tidak percaya diri dengan kulitnya yang kusam seolah-olah membuat perempuan terlihat hanya mementingkan fisik mereka. Maka dari itu dengan kemampuan literasi digital diharapkan para konsumen media ataupun creator konten dalam media mampu menerapkannya sehingga informasi yang ada di media juga tak hanya kita telan mentah-mentah, atau bahkan konten atau informasi  di media berkembang menjadi lebih membangun.



Representasi Anak di Media   
                             
Anak pada dasarnya merupakan individu yang polos dan jujur. Media sering munggunakan anak-anak sebagai model dalam iklan komersial antara lain iklan makanan, susu, sabun mandi, detergen, cat tembok, dsb. Dalam iklan Rinso cair yang menceritakan dua anak kembar yang mana bajunya terkena noda pulpen mempresentasikan gambaran anak-anak yang masih polos dan takut akan orang tuanya. Hal ini ditunjukkan dalam adegan saat mereka berusaha membersikan noda pulpen itu dari baju mereka namun yang terjadi noda itu malah semakin membesar kemudian ditunjukkan dengan mimik muka mereka yang pasrah. Representasi anak dalam iklan ini masih sesuai dengan kenyataan yang mana anak cenderung polos dan takut dimarahi orang tua bila ia berbuat sesuatu yang salah. Kemudian digambarkan bila noda yang sedemikian rupa baju dapat langsung bersih seketika setelah dicuci menggunakan sabun pencuci baju tersebut. 

Hubungannya dengan Literasi Digital
Kebenaran mengenai apakah dengan menggunakan sabun pencuci baju dengan merek tertentu noda di baju itu dapat benar-benar hilang perlu diperhatikan lagi. Media memang menacapkan pemahaman tertentu kepada penggunanya, namun dengan kemampuan literasi digital seharusnya kita tidak langsung percaya dengan apa yang digambarkan media, kita perlu mengkritisi apakah itu masuk akal atau tidak.



Representasi Etnis di Media


Media sering melibatkan etnis dalam konten yang mereka bangun, baik itu melalui iklan, acara televisi ataupun media online. Berdasarkan pengamatan Heychael dalam blognya ditemukan bahwa salah satu etnis yang berada di Indonesia ini yaitu etnis Tionghoa seolah dipojokkan oleh media dalam kasus ini media yang dimaksud adalah media online Voa-Islam.com yang banyak menampilkan berita-berita negatif yang menyangkut etnis Tionghoa. Bisa dilihat di link berikut ini http://www.voa-islam.com/search/?q=cina&submit=#sthash.mYritCg8.dpbs. Hampir semua judul berita yang mengandung kata “Cina” berbau negatif. Representasi etnis dalam media online ini merupakan suatu bentuk diskriminasi yang dilancarkan oleh media. 

Hubungannya dengan Digital Literacy
 Pertama, sebagai seseorang yang memiliki kemampuan literasi digital seharusnya kita tidak langsung memercayainya melainkan juga melakukan cross check kebenarannya dengan media lain yang memberitakan isu yang sama. Maka kita harus kritis dan hati-hati terhadap media yang kadang keliru dalam mempresepsikan suatu hal. Kedua, sebagai creator  dalam media online tersebut seharusnya tidak subjektif dalam memberikan suatu berita, seharusnya dengan kemampuan literasi digital kita mampu untuk menghasilkan informasi yang netral dan sesuai dengan kenyataannya.



Representasi LGBT di Media
Dalam blog ini akan membahas serial TV Glee yang di dalamnya menggambarkan contoh kehidupan kaum LGBT.  Apabila kita mengetahui serial tv Glee yang biasanya ditayngkan dalam channel Star World, di sana terdapat sepasang kaum lesbian dan gay. Namun dalam serial tv ini lebih menonjol pada gambaran kaum gay yang sering ditindas. Kurt merupakan salah satu tokoh gay dalam serial tv Glee ini. Dalam lingkungan sekolah mereka sering diejek atas dasar orientasi seksual khususnya bagi Kurt,  seorang gay yang cenderung memiliki sifat feminin. Kurt sering diejek, ditindas, dan mendapat pandangan negatif sehingga hal itu sempat membuat dia tertekan dan memutuskan untuk pindah sekolah. Setelah perjuangannya sekian lama akhirnya Kurt  dapat sukses dan menjadi pribadi yang ia inginkan. Sisi lain yang ditampilkan dalam serial tv ini bahwa mereka juga sama saja dengan kaum heterosex lainnya, sama-sama memiliki bakat untuk dikembangkan.  Serial tv ini sebenarnya memberikan motivasi bagi penontonnya terlebih juga kaum LGBT, sebab dalam serial tv ini banyak cerminan dari kehidupan nyata di sekitar. Mengenai penderitaan, cemoohan, dan penindasan yang ditanggung kaum LGBT namun sekaligus memberikan semangat bagi mereka bahwa kaum LGBT juga layak untuk berkembang dan bisa menjadi pribadi yang mereka inginkan. Glee merupakan salah satu serial tv di media yang memberikan representasi LGBT dan juga motivasi bagi kaum tersebut. 
 
Hubungannya dengan Literasi Digital
Serial tv ini sudah memberikan pesan positif bagi para penontonnya, sehingga seharusnya pikiran masyarakat juga mulai terbuka bahwa setiap individu bebas menentukan pilihannya untuk menjadi seperti apa. Sehingga sebaiknya kita pun juga memberikan motivasi bagi siapa saja khususnya bagi mereka yang memilih untuk menjadi pribadi yang unik. Dengan kemampuan literasi digital diharapkan penonton mempu menerima pesan positif yang telah diberikan yaitu untuk saling mendukung dan memotivasi, bukannya semakin mengejek ataupun melakukan diskriminasi bagi kaum LGBT.



Pesan

Sebaiknya kita kritis dan hati-hati baik dalam mencari dan menggunakan informasi sesuai dengan kemampuan literasi digital sebab, representasi yang ada di dalam media belum tentu mewakili gambaran yang sesungguhnya mengenai suatu hal. Begitu pula dalam menciptakan informasi di media, kita harus berhati-hati dan kritis sebab apa yang ada di media dapat menancapkan pemikiran bagi para pengguna media. Di samping itu media juga mempunyai peran mendidik, maka diharapkan kita dapat menciptakan konten positif yang dapat berguna bagi para pengguna media.






Referensi

Marhaeni, Dian. Representasi Anak-Anak dalam Tayangan Iklan Komersial di Media. Jurnal Ilmiah Komunkasi. Diambil dari : https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwinr63Q6LLUAhVIuY8KHe9HBowQFggjMAA&url=http%3A%2F%2Fjurnal.unissula.ac.id%2Findex.php%2Fmakna%2Farticle%2Fview%2F94&usg=AFQjCNEILq7Ihoirzpp_xfTe3FQ04XSYSA&sig2=rhyBWjdpiyQLq-fIWCT28w 
http://www.remotivi.or.id/amatan/28/Stereotipe-Perempuan-dalam-Media
www.remotivi.or.id/amatan/386/Pengadilan-Media-Terhadap-Etnis-Tionghoa
http://www.kompasiana.com/saumiere/glee-dan-kisah-orang-yang-berbeda_5500dd40a33311bb745124bc

Komentar

Postingan Populer